Tuesday, September 12, 2006

Imagining Argentina

BERITA tentang orang hilang mencuat pada masa-masa kejayaan Rezim Orde Baru di Indonesia. Penghilangan paksa terjadi orang-orang yang dinilai kritis pada kebijakan Soeharto. Tidak hanya para aktivis LSM, tetapi juga mahasiswa, buruh, dan sastrawan. Mereka tiba-tiba hilang dan tidak ketahuan rimbanya sekarang. Bahkan, sekarang orang bisa jadi melupakannya. Inilah penyakit orang-orang kita, mudah lupa.

Nah, situasi yang mirip terjadi di Argentina pada 1976. Buenos Aires dihantui oleh hilangnya orang-orang yang dicap melawan pemerintahan resmi. Para aktivis tiba-tiba diculik. Ibu-ibu kehilangan anak dan suaminya. Anak kehilangan ibu dan bapaknya. Demikian peristiwa yang terjadi setiap hari. Sejarah mencatat ada sekitar 30.000 orang hilang pada masa rezim militer itu.

Mengambil seting Argentina pada 1970-an, Christopher Hampton mensinemakan fakta sejarah itu dalam film berjudul Imagining Argentina. Hampton memfokuskan narasinya dengan tokoh bernama Carlos Rueda (Antonio Banderas), seorang direktur komunitas teater anak, yang berupaya keras mencari istrinya yang hilang, Cecilia (Emma Thompson). Cecilia diculik lantaran tulisan-tulisan kritis dan kontroversial di koran lokal. Ia dituduh subversif.

Carlos dikisahkan sebagai seorang yang memunyai indra keenam. Ia bisa membayangkan apa saja yang sedang terjadi. Ia bisa membaca dan merasakan perguatan hati orang. Ia terus memburu jejak istrinya. Ia memasang foto-foto istrinya di jalan. Ia menanyai semua orang yang ia jumpai. Salah satu di antaranya adalah Jendral Guzman (Anton Lesser) yang dianggap paling bertanggungjawab pada penculikan itu. Tapi nol hasilnya. Cecilia masih raib. Tapi, Carlos senantiasa diberi harapan dengan hadirnya Teresa (Leticia Dolera), putri satu-satunya.

Carlos sadar bahwa kemampuan membayangkan dengan indera keenamnya bisa membantu mereka yang kehilangan sanak-saudara. Termasuk istrinya. Puluhan orang datang pada Carlos setiap hari. Mereka ingin tahu nasib dari kerabat yang hilang. Sampai akhirnya Carlos mencari jalan pencerahan untuk menemukan Cecilia.

Posisi Cecilia mulai terkuak. Namun, malang intelijen pemerintah berada di mana-mana. Carlos ketangkap dan kena pukul. Ia diintimidasi dengan penculikan pada putrinya. Lalu bagaimana dengan nasib Cecilia?

Menonton film ini bagaikan mendengar kisah tentang negeri sendiri. Ketika semua sudah dipasung dan dilarang, imaginasi adalah jalan keluar. Dialah satu-satunya yang tidak bisa dikekang. Di penjara pun, seorang bisa membayangkan kebebasannya.

Film yang menarik dan layak ditonton bagi orang-orang Indonesia. Pasalnya, banyak kemiripan dengan yang terjadi di negeri ini. Orang-orang hilang di negeri ini juga belum diketahui rimbanya. Rezim militer tutup mulut dan mencuci tangan. Orang-orang dilenakan untuk lupa. Nah, film ini mengajak kita untuk melawan penyakit besar negeri ini, yakni lupa. Film ini seolah mengajak kita untuk berperang melawan lupa.

No comments: