Wednesday, October 10, 2007

Mudik Dulu

PUKUL 2 pagi nanti aku mudik. Kamis, 11 Oktober 2007. Meninggalkan ibukota untuk sementara waktu. Bergabung dengan jutaan urban menuju kampung halaman. Sebenarnya tidak ada rencana untuk mudik. Tapi, karena dapat mobil mudik gratis SariWangi, aku urungkan niat ngendhon di kota yang aku diami hampir 10 tahun ini. Urung pula untuk menikmati sejenak Jakarta sebagai kota yang nyaman, sepi, lega, dan bebas macet.

Tadi pagi, mobil kijang inova warna biru, terparkir di depan rumah. Seorang lelaki muda mengetuk pintu garasi. Lelaki itu adalah supir yang akan mengantar kami pulang ke Jogjakarta. Namanya Iwa asal Ciamis.

Dalam Program Mudik Gratis Sariwangi 2007 ini, pihak SariWangi menyediakan 150 unit kijang inova untuk 150 keluarga. Sementara 5 unit di antaranya disediakan untuk kalangan media. Aku termasuk salah satunya yang beruntung. Sayang sekali, ibu peri tidak bisa ikut. Kondisinya masih kurang memungkinkan untuk perjalanan jauh. Lebih-lebih, bayangan kemacetan timbul tenggelam di batok kepala. Lagian ia mengandung 5 bulan si peri kecilku. Ibu peri berencana menikmati Lebaran bersama keluarga di Sawangan, Depok.

Aku sendiri senang dengan rencana perjalanan ini. Pasti banyak cerita yang bisa aku tulis. Namanya saja juga seorang musafir. Lebih senang lagi karena ibu peri memberiku satu misi, yakni membeli daster dan celana gombor di Pasar Beringharjo. Ada satu lagi yang membuatku senang. Mobil ini akan membawa sepasang calon pengantin baru, teman di redaksi, yakni Purjono dan calonnya Wiwin. Mereka akan menikah pada 17 Oktober 2007. Siapa tahu ini selain berkat jabang bayi juga berkat manten anyar (pengantin baru). Selain itu, ada Eko (teman redaksi) dan Mas Kris (mas ipar). Jadilah kita 5 sekawan plus 1 sopir.

Semoga perjalanan mudik ini baik-baik saja. Seperti yang sudah didoakan oleh ustad Jaffar di gerai makan Bebek Bali, Senayan, Senin lalu. Katanya, rombongan mudik ini akan dikawal oleh 15 ribu malaikat. Mungkin ini saat yang tepat juga untuk memaknai pengembaraan. Hidup memang seperti seorang musafir. Sesekali perlu pulang. Fitrah. Pulang dalam bahasa Jawa berarti 'mulih.' Kata 'mulih' bisa diterjemahkan dengan 'memulihkan.' Semoga ada yang pulih dengan kepulangan sejenak ini.

Pasti aku merindukanmu, Ibu Peri!

1 comment:

krismariana widyaningsih said...

wooo, njenengan mpun ajeng dados bapak to mas? hehehe...