Razia polisi digelar malam itu, Senin (6/2) di pertigaan Jl. Kemanggisan Raya, dekat warung ayam bakar Bu Cecep. Ini sudah kesekian kalinya, razia sepeda motor digelar. Tapi, kesekian kali ini pula, aku lepas begitu saja dari para aparat itu. Ketika seorang polisi tua mencegatku, aku menghentikan sejenak motorku. Sebelum dia sempat ngomong, aku sudah ngomong duluan, “Pak lagi deadline majalah. Saya harus cepat-cepat ke kantor karena sudah mau cetak.” Dengan sedikit terbengong, polisi itu bertanya, “Dari media mana?” Jawabku, “Leadershippark!”. Tanpa pikir panjang, polisi itu segera mempersilakan aku lewat. Aku tertawa dalam hati, ha ha ha, dan selamat tiba di rumah.
Membohongi polisi bukan pengalaman sekali. Tapi berkali-kali. Dulu, aku bersama Edi, fotografer Majalah Pengusaha, melintas Jalan Pemuda di suatu siang. Di depan, tampak satuan polisi merazia sepeda motor yang lewat. Edi sendiri tidak pakai helm. Motorku semakin dekat dengan arena razia. Belum sempat motorku berhenti dan polisi ngomong aku teriak, "Pak mau liputan kriminal!” Jawab polisi muda itu, “O, ya. Sana cepat liputan kriminal!”
Aku dan Edi tak bisa menahan ketawa. Batinku, “Baru kali ini, aku disuruh cepat-cepat oleh polisi untuk liputan kriminal. Siapa kalau begini yang seharusnya disebut kriminal?”
Kejadian serupa menimpaku di bawah jalan layang Slipi Jaya, Jakarta Barat. Pagi itu, aku membelokkan motorku lewat bawah, memutar melawan arus samping Gedung BCA. Sebenarnya, aku memang salah karena ini verboden. Eh, ada razia tepat di bawah jalan layang. Aku distop pak polisi dan sebelum dia ngomong, saya menyahut, “Pak, mau liputan kriminal di Polres Jakarta Barat situ.” Aku segera mengacungkan telunjukku ke arah kantor polres Jakarta Barat di Jl. S. Parman yang tak jauh dari tempat razia. Polisi itu lalu mengayunkan tangannya dan mempersilakan aku lewat. Hi hi hi….berbohong lagi neh…
Frase “liputan kriminal” inilah menjadi kata sakti bagiku menghadapi razia. Dan aku ngomong duluan sebelum pak polisi angkat bicara adalah modus operandinya. Sebenarnya, kalau diperiksa kartu-kartu identitasku lengkap, entah SIM, STNK, Kartu Pers. Tapi, kartu SIM-ku sudah mati alias expired dan males aku perpanjang. Padahal sudah dua tahun lebih.
“Pak polisi, tangkaplah aku!” aku sudah jujur neh….dasar wartawan.
Tuesday, February 07, 2006
Membohongi Pak Polisi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
6 comments:
nakal juga Anda ya...tapi, bagus gaya nulisnya...hi hi hi
waduh.. ternyata sukanya ngebohong sama polisi ya.... ketauan deh... hehehheeh...
hayo, kalo yang abca polisi gimana coba! tapi sama juga, kadang bilang liputan itu penyelamat, tp ini namanya sedikit korupsi 'jabatan' juga ya heheheeh Salam kenal
Hai bajindul... Sudah pinter boong, ternyata! Ingat gak??? Dulu kita kan ditilang!!! Kala itu elo masih culun. Bunderan HI dikelilingin, hahaha.. Tapi kita idealis, toh? Gak ada sogok-sogokan. Kita ikut sidang di Polres Jakpus. Tapi gue kapok. Masak datang sidang, lalu disuruh bayar ke BRI Veteran yang lumayan jauh lalu balik lagi ke Polres??? Ilang deh waktu setengah-harian. Padahal kalo digunakan, setengah hari bisa menghabiskan 3 bab Immanuel Kant, Huahahahah..
Buat Fahmi, iya ya, dulu kita pernah ditilang. Waktu itu, kita masih mahasiswa filsafat dan culun plus idealis hua ha ha...mau aja kita ikutin sidang, eh malah dah telat dan suruh bayar di BRI Veteran dan antri. Aku kira menarik untuk tidak sogok-menyogok. Inikan salah satu bentuk korupsi yang jadi penyakit sosial bangsa ini. nah, mendingan boong ama pak polisi daripada uangnya dikorupsi oknum-oknum berseragam, apalagi menyogok di jalanan hue he he...just intermezzo aja!
wah...ati-ati yang jadi ceweknya, bisa-bisa dikibulin juga entar...he.hee
Post a Comment