Wednesday, February 14, 2007

Mawar Merah Buat Fanny

MEDIA kembali riuh dengan acara-acara bertemakan kasih sayang. Pasalnya, hari ini Hari Valentine. Tadi malam, stasiun Trans-TV mengiklankan rentetan judul film bertema cinta dan keluarga. Sebut saja Runaway Bride, The Wedding Planner, Notting Hill, America’s Sweatheart, dan 50 First Dates. Tampil pula wajah selebriti papan atas dunia seperti Julia Roberts, Hugh Grant, Jennifer Lopez, dan Drew Barrymore. Sementara itu, para penjual bunga boleh mengumbar senyum. Memastikan omzet datang dengan berlipat-lipat. Warna merah jambu pun menempel di mana-mana. Di pusat perbelanjaan, di kafe-kafe, di rumah, bahkan di gereja-gereja.

Tadi malam, sambil duduk-duduk santai bersama istri di sofa hijau, aku pun terlibat obrolan soal pengalaman Valentine. Istriku merayakannya sejak duduk di Sekolah Dasar. Ia cerita tentang sepotong coklat Silverqueen dari mantan pacarnya. Sepotong coklat dalam cinta monyet. Lalu, menikmati sebuah music dance di sebuah diskotik bareng bersama teman-teman SMP-nya. Lalu setangkai mawar merah dari kekasihnya. Lalu sebuah kecupan tak terlupakan. Terus kue cinta, kartu bergambar hati, dan sebagainya. “Kamu besok mau dihadiahi apa?” tanyaku. “Aku tidak mau dihadiahi apa-apa. Mending ditabung saja,” jawabnya sambil melempar senyum khasnya.

Beda dengan istriku, sepanjang hidup aku tidak pernah merayakan Hari Valentine ini. Hari macam ini berjalan biasa sama seperti hujan yang mengguyur ibukota, meninggalkan kubangan, kemacetan, banjir, dan derita. Biasa saja. Tidak ada coklat. Tidak ada kue. Tidak ada wine. Tidak ada kartu merah jambu. Tidak ada surat cinta. Tidak ada mawar merah. Tidak ada kecupan. Tidak ada kado dengan sampul bertabur gambar bayi malaikat bersenjata panah. No Cupid. Tidak ada apa-apa. Biasa. Tidak pernah diberi mawar dan tidak pernah memberi mawar.

Memang, aku tidak begitu peduli dengan seremoni macam ini. Banyak hal sudah diseremonikan. Tapi, ada yang berubah hari ini. Aku mengirim setangkai mawar merah elektronik kepada seorang gadis muda. Namanya Fanny Felicia. Kok bisa? Pagi tadi, seorang teman mengirim kabar di milis. Teman ini mengabarkan bahwa sahabat mudanya bernama Fanny Felicia meninggal dunia 14 Februari dini hari. Fanny mati saat Hari Valentine baru saja tiba. Ia mati karena muntah darah. Ia masih muda. Ia baru saja duduk di kelas 2 SMP Tarcisius. Ia pun aktif menjadi pelayan ibadat sebagai puteri Gereja.

Tak tahu kenapa, rasa duka ikut menggelayut pelan di hatiku. Aku memang tidak mengenal gadis belia itu. Tapi, aku yakin aku pernah melihatnya saat ia mengenakan seragam warna krem dan memasang muka ceria saat melayani di misa minggu. Saat teman-teman sebayanya ber-dag-dig-dug menyambut Valentine, Fanny justru menghembuskan napas terakhirnya. Ia masuk dalam kesenyapan. Meninggalkan kemeriahan. Sunyi.

Sebagai ungkapan simpatiku, 'kupetik’ setangkai mawar merah elektronik dan kukirimkan kepadanya di milis tempat kematiannya dikabarkan. Hari ini aku persembahkan dari hati terdalam, setangkai mawar Valentine pertamaku. Buat Fanny Felicia. Di sebelah bunga itu, kutulis sebaris kata: “Selamat berbahagia bersama Tuhanmu, Para Kudus, dan malaikat di surga. Valentine-mu pastilah mengalami kepenuhan sekarang!” Doa dan mawarku untukmu.

2 comments:

HuN_hUn said...

Br sebentar ga mampir...postingannya dah tambah banyak..huehue... produktif skalii...

betah juga lama" disini..hehhe..

Valentine??!! hukz

Anonymous said...

kasian meamng fanny.. msh muda..
aku kenal sm dy. dy tmn adeku, sm2 aktif di PG..
may she rests in peace...