AKU kesepian. Senyap. Sejak bertolak dari rumah sore tadi, kesepian perlahan menggerayangi hatiku. Kini, sore berubah menjadi senja kelabu. Senja yang beku. Dingin. Lembab. Langit pun murung. Aku terpaku di bangku besi warna hijau diterangi lampion-lampion bercahaya redup. Kesepianku pun memuncak. Di sudut kedai, seorang perempuan berkaos ketat dengan mulut penuh kepulan asap rokok berceloteh pelan dengan laki-laki berkepala pelontos. Tak tahu apa yang mereka perbincangkan. Sesekali bola matanya melirik ke arahku. Aku tidak bergeming. Aku lagi mendengar senja berjalan dengan langkah-langkah lembutnya.
Semua memilih diam. Seperti sedang sakit gigi. Tidak ada sapa. Tidak ada kata. Tidak ada cerita. Pohon-pohon di pelataran pun mematung. Angin juga lari entah kemana. Bunga-bunga kamboja terserak di halaman penuh paving blocks itu. Sesekali ada yang jatuh dan terkulai. Burung sore menjerit di atas kedai. Suaranya yang melengking bersaing dengan suara mesin motor yang melintas di jalanan. Tak ada satu menit, burung itu pun senyap ditelan kelam.
Aku seperti berada di padang busa yang luas dan basah. Hanya ada aku dan kesendirianku. Tapi, dalam kesendirian itu, matahari muncul dan berputar-putar di dalam hatiku. Tiba-tiba jagat kecilku mengalami siang di saat jagat agung semakin menggelap. Membentuk ceruk hitam raksasa di sana-sini. Semua menjadi jelas dan terang. Bening. Aku sedang gelisah. Aku sedang takut. Aku sedang berharap. Aku sedang bermimpi. Aku sedang kangen. Aku sedang membaca Aku.
Monday, February 26, 2007
Soliter di Utan Kayu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
huehuehue...baguuuuuuuuusss....
doakan aq bisa menulis sepertimu maz...
penuh penggambaran...
tp indah...
^^v
Post a Comment