Monday, March 03, 2008

Peri Kecil Lahir

TIDAK terbayang sebelumnya kalau Rabu, 27 Februari 2008 menjadi hari sangat istimewa. Hari di mana peri kecil yang sekian lama ditunggu-tunggu menunjukkan batang hidungnya dan pamer tangis pertamanya. Natal memang tiba di Februari seturut perkiraan.

Pagi itu pukul lima pagi hari. Ibu peri sudah merasa tidak enak badan. Perih terasa menggerayangi wilayah selangkangan. Seperti hari-hari sebelumnya, ia pun doyan bolak-balik kamar mandi. Lalu kembali terlelap tidur dengan dengkur menguar dari mulutnya. Namun, tidak lama, ia kembali terjaga. Merasakan perih yang masih enggan tanggal.

Rasa nyeri kali ini sudah mulai teratur. Setiap 20 menit sekali. Ibu peri meringis menahan sakit yang sengaja ditahan. Tapi, kami masih meraba-raba mungkin saatnya sudah tiba dan mungkin juga saatnya belum tiba lantaran adanya kontraksi palsu. Di kaca jendela, langit masih doyan pamer jubah kelabunya. Mendung. Gerimis kecil. Aku sendiri semula ragu-ragu apakah mau masuk kantor atau tidak. Tapi, kondisi semakin memantapkan diriku untuk memutuskan tidak masuk kantor. Sebuah pilihan tepat dan benar.

Karena merasa diri cukup awam dengan kehamilan pertama ini, kami pun mulai mencari tahu. Kakak perempuanku menganjurkan agar kami segera waspada. Kontraksi itu sudah menjadi pertanda alami menjelang kelahiran. Sementara, saudara yang lain mengatakan kontraksi itu bisa jadi kontraksi semu. Tapi, kalau kontraksinya sudah teratur dengan frekuensi cepat, kami disarankan untuk segera pergi ke dokter.

Kami juga membaca ulang buku seri AyahBunda berjudul “9 Bulan yang Menakjubkan” terbitan Gaya Favorit Press. Buku ini menjadi kawan seperjalan selama sembilan bulan menjalani kehamilan.

Benar kata buku ini, kontraksi merupakan pertanda akan segera bersalin. Saat kontraksi tiba, otot-otot rahim berkerut sebagai upaya membuka mulut rahim dan mendorong kepala bayi ke arah panggul. Bila kontraksi tiba, perut terasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan di pangkal paha. Kontraksi terjadi setiap 20 menit sekali. Lalu meningkat menjadi 15 menit sekali, 10 menit sekali, 5 menit sekali, dan 2 menit sekali sampai proses persalinan. Nah, ini persis yang dialami ibu peri.

Saat masih kontraksi 20 menit sekali, kami masih bertahan di rumah. Bahkan, pukul 10 pagi, kami pergi laboratorium PRAMITA di jalan panjang, sekitar 1 kilometer jauhnya dari rumah. Di laboratorium, ibu peri check up kesehatan. Seharusnya, check up ini dilakukan pada usia kehamilan 2-3 bulan. Untung saja, di detik-detik terakhir, kami masih bisa menyerahkan berkas hasil check up untuk dibaca dokter sebelum proses persalinan. Kami mengendarai James, sepeda motor kami.

Usai dari lab, ibu peri pun kembali mengalami kontraksi dengan frekuensi lebih sering. Bahkan, saat ia pergi ke kamar mandi, ia menemukan bercak darah campur cairan putih. Tanpa pikir panjang kita pun berkemas ke rumah sakit. Dua tas berisi pakaian bayi dan pakaian ibu peri sudah disiapkan sejak lama. Dengan disopiri oleh saudara laki-laki ibu peri, mobil jazz warna hitam metalik itu pun membawa kami menuju RS Harapan Kita. Langit di kaca jendela mobil semakin menghitam. Pertanda sebentar lagi langit ibukota akan bocor dan memuntahkan airnya di mana-mana.

Sekitar pukul 16.05, seusai menembus kemacetan di ruas jalan Tomang, sampailah kami di tujuan. Usai mendaftarkan diri di bagian administrasi rumah sakit, kami bergegas ke lantai 3. Di sana, suster-suster pun segera menyambut dengan ramah dan mempersilakan ibu peri langsung ke kamar periksa. Tepatnya, di kamar 306. Alhasil, ibu peri sudah mengalami tahap pembukaan ke-7. Pihak RS segera mengontak Dr. Raditya Wratsangka, dokter pilihan kami. Dr. Raditya merupakan dokter langganan kami setiap periksa USG bulanan.

Sambil menunggu pembukaan ke-10 dan dokter, aku menemani ibu peri menikmati menit-menit mendebarkan itu. Hujan sudah turun di luar kaca jendela rumah sakit. Terlihat jalan depan rumah sakit tampak macet. Tidak lama kemudian, saudara perempuanku datang menemai. Pukul 18.00, suster membawakan ibu peri sajian makan malam untuk menambah energi. Melihat kontraksi masih berjalan lambat, ibu peri terpaksa menjalani induksi. Oksigen cair pun dialirkan ke lubang hidungnya dengan selang bening.

Pukul 19.45, dokter datang. Tapi, pembukaan masih memasuki babak ke-8. Ketuban pun belum pecah. Dokter memerintahkan suster untuk memecahkan ketuban. Tidak lama kemudian, tahap persalinan pun dimulai. Ditemani enam orang suster, dokter Radit pun mulai beraksi. Perkakas persalinan disiapkan. Nampan, Gunting, semacam pisau, alkohol, kain, perban, dan sebagainya.

Aku dan saudara perempuanku mendampingi ibu peri di kamar bersalin. Aku sendiri tidak tega melihat ‘pembantaian’ tersebut. Lebih banyak kulayangkan pandanganku ke tembok. Jerit kesakitan terlempar dari mulut ibu peri setiap kontraksi tiba. Para suster pun memandu setiap munculnya kontraksi. Darah mulai menggenangi sprei plastik dan sarung tangan sang dokter. Membuat perasaanku seperti ditimbuni balok-balok es. Sementara hatiku pasrah total seperti terjatuh ke palung tanpa dasar dan berharap tangan Tuhan akan menangkapku. Benar-benar sebuah cita rasa kepasrahan yang belum pernah aku alami seumur hidup.

Dan yang ditunggu tiba. Setelah ibu peri mengalami kontraksi hebat, peri kecil akhirnya bisa dikeluarkan dari lubang rahimnya alias lahir. Tangis pertama pun pecah. Merontokkan balok-balok es yang menimbuni persaanku. Menggantinya dengan rajutan bunga-bunga indah. Dan tangan Tuhan seakan benar-benar menopang aku dari tingginya palung dan mengelusku dengan lembut. Apalagi setelah melihat bayi itu lahir dengan normal, sehat, lengkap, dan lucu.

Peri kecil lahir pada pukul 20. 29 (menurut hitungan jam digital ponselku) atau pukul 20.32 (menurut catatan rumah sakit). Jenis kelamin laki-laki. Berat 3,595 Kg. Panjang 54 cm. Ini benar-benar pengalaman menakjubkan. Sebuah pengalaman ajaib yang tidak bakal terlupakan. Natal benar-benar datang di Februari.

4 comments:

sunflower said...

waw sungguh gembira sekali... aku juga pake dokter raditya betapa setiap pengalaman melahirkan itu begitu menakjubkan

Anonymous said...

menjadi ibu memang hal yang paling membahagiakan bagi wanita.saya juga ditanganin oleh dokter raditya.beliau sangat sabar dan ramah.saya melahirkan ceaser di PIK beliau amat cekatan hanya 10 menit anak saya sudah lahir.selama operasi saya hanya diajak ngobrol aja.

Anonymous said...

menjadi ibu memang hal yang paling membahagiakan bagi wanita.saya juga ditanganin oleh dokter raditya.beliau sangat sabar dan ramah.saya melahirkan ceaser di PIK beliau amat cekatan hanya 10 menit anak saya sudah lahir.selama operasi saya hanya diajak ngobrol aja.

Anonymous said...

menjadi ibu memang hal yang paling membahagiakan bagi wanita.saya juga ditanganin oleh dokter raditya.beliau sangat sabar dan ramah.saya melahirkan ceaser di PIK beliau amat cekatan hanya 10 menit anak saya sudah lahir.selama operasi saya hanya diajak ngobrol aja.