INILAH kesekian kalinya aku menjadi mentor penulisan. Sore itu, saat mengendarai James motorku, seorang rekan dari Wikimu meneleponku. Intinya, ia menggundangku untuk terlibat dalam pelatihan penulisan opini dan berita di SMU Santa Ursula (Sanur), Jakarta pada 6-7 Juni 2008. Undangannya aku sambut dengan semangat. Sekalian belajar mengajar dan berbagi ilmu.
Tahun lalu, bersama seorang sahabat, aku juga mengisi sesi pelatihan menulis untuk anak-anak SMP di Sekolah Candle Tree, Serpong. Topiknya hampir sama, seputar menulis opini dan berita. Di Serpong, kami hanya berdua dan mengajar sekitar 70 siswa. Di Sanur, ada beberapa wartawan yang tergabung di tim Wikimu, termasuk dari Tempo, Koran Tempo, dan Swa.
Pada hari pertama pelatihan, aku mengajar 30-an siswa kelas I SMU. Kubawa tiga merek koran nasional di kelas sebagai media peraga, yakni Kompas, Koran Tempo, dan Rakyat Merdeka. Lalu kubawa mereka pada slide untuk memahami apa itu jurnalisme, mengapa berita perlu ditulis, apa fungsi berita, apa itu berita, bagaimana mencari dan menulis berita, dan sebagainya. Sesi kedua, aku antar mereka pada cara membuat sebuah opini di media.
Kelas di hari pertama cukup lancar. Anak-anak cukup menaruh perhatian, meski beberapa anak lebih senang sibuk dengan coretannya sendiri. Sebenarnya, waktu empat jam untuk sebuah pelatihan menulis yang terdiri dari teori dan praktik sangatlah pendek. Oleh karena itu, butuh seni tersendiri. Beda dengan yang aku lakukan di sekolah Candle Tree Serpong. Waktunya cukup panjang dan ada praktik membuat koran dinding per kelompok.
Tapi, ada hal baru dalam pelatihan menulis kali ini. Pihak Wikimu, portal jurnalisme warga dan yang menjadi patner pihak Sanur dalam pelatihan ini, memberi kesempatan siswa mengirim tulisan untuk diterbitkan langsung ke Wikimu saat itu juga. Dengan demikian, siswa dilatih untuk mencari berita, menulis berita atau opini, dan mengirimkannya ke redaksi Wikimu. Evaluasi tulisan dilakukan saat tulisan mereka sudah tampil di media online tersebut. Pada saat itulah, siswa diperkenalkan dengan penulisan di media on line sekaligus jurnalisme warga atau citizen journalism.
Beberapa siswa sudah mampu menangkap ide berita dengan baik. Minimal bisa membedakan mana yang layak diberitakan dan mana yang tidak. Ada yang menceritakan dampak kenaikan BBM terhadap uang saku dan kegiatan liburan keluarga. Ada pula yang bercerita tentang pengalamannya live in di Yogyakarta. Ada yang bercerita tentang pertandingan bola Euro 2008. Dan sebagainya.
Pada hari kedua, aku mengisi kelas II SMU jurusan IPA. Tidak disangka kecepatan menulis kelas ini masih kalah dengan adik kelas mereka. Ide-ide mereka cukup bagus. Tapi, mereka terlalu sibuk memikirkan ide dan lamban dalam menulis. Akibatnya hanya satu atau dua dari seluruh kelas yang tulisannya sempat dimuat secara on line di Wikimu. Tapi, ini juga bukan masalah. Evaluasi tetap dilakukan meski tidak langsung on line.
Usai memberi pelatihan ada beberapa kesan yang muncul di benakku. Aku akui sistem pendidikan di Santa Ursula cukup menjujung tinggi disiplin. Ini pun sudah terdengar oleh khalayak. Mereka sungguh patuh pada bunyi bel sekolah. Program-program pendidikannya berimbang antara program sains dan ilmu-ilmu sosial kemanusiaan. Namun, ada satu pertanyaan dalam diri saya, pertanyaan yang tidak saya bayangkan muncul sebelum aku masuk kelas, yakni mengapa mereka belum bersikap kritis? Mungkin prejudice pada Sanur terlalu berlebihan. Mungkin juga ini pertanyaan yang perlu dicari jawabannya secara komprehensif. Toh, di sana saya cuma dua hari dengan total waktu delapan jam.
Di setiap akhir kelas, aku selalu mengingatkan pada seluruh siswa bahwa menulis bukan milik wartawan saja. Menulis itu berguna untuk semua profesi, entah dokter, guru, pebisnis, seniman, pengacara, konsultan, dan sebagainya. Menulis akan menjadi nilai plus bagi setiap karir yang akan mereka masuki kelak. Oleh karena itu, tekunlah berlatih menulis.
No comments:
Post a Comment