Wednesday, February 01, 2006

Mimpi Belajar di London

Boleh dong aku mempunyai mimpi. Mimpi adalah salah satu yang tidak bisa dibelenggu dengan rantai mana pun, termasuk undang-undang. London adalah mimpiku. Melihat London secara langsung atau belajar di Negerinya Harry Potter itu. Dorongan pergi ke London bukan sekadar dorongan untuk jalan-jalan saja. Tapi, belajar. Boleh dong mengejawantahkan makna pepatah “belajarlah sampai Negeri Cina.” Maksudnya, belajar sekuat tenaga dan sebanyak mungkin.

Perjumpaan dengan kawan yang studi di sana membangkitkan mimpiku. Hari Juliawan, seorang Jesuit muda, kakak angkatanku dulu, sudah menyelesaikan studinya di University of Warwich dengan gemilang. Sekarang, ia mendapat tugas belajar di Oxford University. London menjadi salah satu alternatif untuk belajar.

Menarik memang menggeluti dunia akademis. Pengetahuan yang dipelajari menjadi jendela memahami dunia. Filsafat, budaya, sosiologi, politik, globalisasi adalah topik-topik yang menarik untuk digeluti.

Apakah ini bukan sekadar khayalan kosong? Tidak, kataku. I have a dream, sependapat dengan anak muda West Life. Memang, ke sana butuh banyak biaya. Tapi, biaya tidak menghalangi proses mewujudkan mimpi. Aku sendiri orang yang menyakini apa yang dikatakan Paulo Coelho dalam novelnya “The Alchemist.” Khususnya, tentang pencapaian mimpi dan cita-cita personal. Tiap orang mempunyai Legenda Pribadi. Legenda ini akan terwujud kalau orang dengan yakin dan kehendak kuat mau mewujudkannya. Tidak ada nasib, tidak ada takdir. Persis juga seperti yang dikatakan teroris yang mengebom Gedung Federal Oklahoma, Timothy McVeigh, “I am the master of my Fate.”

Mau tidak mau, hal fundamental yang harus kukuasai adalah bahasa Inggris. Noni, sahabatku lewat telepon, menyarakan aku untuk kursus bahasa Inggris saja. Tidak hanya belajar sendiri. Alasannya, dengan kursus ada pemicu dan ‘paksaan’ yang memajukan.

Nah, itu yang ada dalam benakku sekarang. Burung masih punya sayap untuk terbang. Aku masih mimpi untuk bisa belajar lagi. London, laksana sebuah Tanah Terjanji...
Bermil-mil kilometer, sudah aku rasakan tiupan hawa dingin dan serpihan salju putih mengelus kulitku yang item. Sembari memandangi jendela kamarku, melihat ke bawah ke arah lampu kota, dan seorang kawan membacakan kisah CS. Lewis berjudul The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch and the Wardrobe. Atau, di sebuah liburan, aku mewawancari langsung JK. Rowling, sang pengarang Harry Potter....

London oh London...

No comments: