Thursday, February 02, 2006

The New Rulers of The World

Menonton film garapan John Pilger, wartawan Australia, berjudul The New Rulers of The World membuat hati ini sedih. Pasalnya, dengan gamblang nampak betapa Bangsa Indonesia masih menjadi Bangsa yang terjajah. Dulu, Indonesia mengalami kolonialisme militer oleh Belanda ratusan tahun. Sekarang, di antara deru globalisasi, Indonesia dan bangsa-bangsa lain khususnya di Asia, dijajah secara ekonomi.

Negeri yang kaya potensi ini, menjadi negeri yang miskin dan pengemis. Demikianlah ungkap Maestro sastra Indonesia Pramoedya Ananta Toer dalam penggalan wawancara pada film itu. John Pilger mampu memotret bagaimana korporasi-korporasi multinasional (MNC) yang berinvestasi di Negeri ini melakukan praktek ketidakadilan dan eksploitasi pada para ribuan buruh, masyarakat, dan alam Indonesia.

Lembaga-lembaga donor dan keuangan dunia seperti World Trade Organization (WTO), International Monetery Fund (IMF), dan World Bank (WB) turut menjadi pemain-pemain utama dalam praktek itu. Mereka bagaikan dewa penyelamat menggelontorkan utang-utang kepada negara-negara miskin dan Dunia Ketiga. Tapi, bukan untuk membantu. Sebaliknya, negara-negara miskin ini semakin terpuruk dalam kemiskinan. Utang-utang itu menjadi sarana yang jitu bagi korporasi-korporasi multinasional untuk masuk dan berinvestasi ke negara-negara itu. Janji tinggalah sebagai janji. Terjadilah jurang yang semakin lebar antara yang kaya (the have) dan yang miskin (the have not). Lembaga-lembaga itulah yang menjadi para pengatur dunia yang baru.

Negara yang tugasnya mengayomi rakyat, berselingkuh dengan para korporasi global ini. Utang yang harusnya untuk rakyat, telah dimakan oleh pemerintahan yang korup. Sementara, negara dengan enaknya menjual rakyatnya sendiri.

Aku sangat appreciate dengan film ini. Dengan jelas, nampak bagaimana kiprah korporasi dan institusi keuangan global mampu mengguncang kehidupan sosial politik sebuah negara. Indonesia namanya.

John Pilger lahir di Sydney. Ia profesional menerapkan jurnalisme investigasi. Ia mendapat banyak penghargaan. Di antaranya, International Reporter of the Year (1970) dan United Nations Association Media Prize. Untuk televisi, ia memenangi American Television Academy Award (1991) dan Richard Dimbleby Award.

Ada kalimat menarik dari John Pilger yang menjadi ‘pencerahan’ buat para jurnalis. “It is not enough for journalist to see themselves as mere messengers without understanding the hidden agendas of the message and the myth that sorround it,” katanya.


(bdk. www. Johnpilger.com)

3 comments:

Icha said...

nice blog......

Harno Leonardus said...

Wow...I like this blog since I know the owner. Keep writing. I'll enjoy all. Congratulations!

Musafir Muda said...

Andreas Harsono said...
Dengan hormat,

Saya sudah browsing weblog Anda. Sempat baca "The New Rulers of The World" dan "Menggali Harta Sang Alkemis." Saya terkesan dengan kerapian Anda. Suka deh melihat anak muda yang mulai menulis dengan rapi, tidak belepotan, modal awal buat analisis yang lebih dalam. Hati-hati saja dengan frase "bangsa Indonesia" mengingat proyek bernama "Indonesia" ini mengandung banyak manipulasi. Selamat ya.

8:44 AM

(sumber: http://andreasharsono.blogspot.com/2006_01_01_andreasharsono_archive.html)