Monday, January 15, 2007

Tips Menulis Ala AS Laksana

RAMBUTNYA gondrong. Badannya sedikit jangkung. Aku sering melihat tubuhnya yang tirus dibalut kemeja yang dimasukkan kedalam celana jeansnya. Tas ransel selalu di punggung. Ia suka berlenggang kangkung di depanku, tanpa jeda untuk sebuah obrolan berarti. Dialah AS Laksana yang sering dipanggil dengan Mas Sulak. Aku mengenal Mas Sulak dari antologi cerpennya berjudul “Bidadari yang Mengembara” terbitan Kata Kita. Sebuah kumpulan cerpen yang begitu dahsyat. “Bidadari yang Mengembara” menjadi buku sastra terbaik tahun 2004 versi Majalah Tempo. Namun, nasib memang tidak bisa ditebak. Semenjak tiga bulan lalu, aku satu kantor dengannya di Tabloid Investigasi. Mas Sulak menjadi redaktur senior dan pengisi kolom Oase, semacam Catatan Pinggirnya Goenawan Mohamad. Tapi, sayang, dua minggu ini, aku tidak pernah melihat sosoknya di redaksi. Mungkin lagi mengembara. Mungkin juga sudah jadi kupu-kupu. Ah, gak tahulah, yang jelas dia seorang penulis hebat.

Di dalam bukunya yang lain berjudul “Creative Writing, Tips dan Strategi Menulis untuk Cerpen dan Novel” (Media Kita, 2006), Mas Sulak berbagi keterampilan menulis. Buku ini berisi bahan-bahannya mengajar di sekolah penulisan Jakarta School. Nah, ada beberapa poin yang bisa dijadikan pijakan mencerahkan untuk menjadi seorang penulis.

1. Rahasia kreativitas adalah mendekatkan tangan dengan otak. Tony Buzan menegaskan, segala sesuatu adalah soal pikiran. Jika kita betul-betul ingin menulis, beri tangan kita pena. Biarkan tangan itu menjalin kerjasama dengan otak. Tetaplah menulis. Albert Einstein pernah mengatakan, apa yang ditulis oleh tangan kita adalah langkah pertama yang akan mewujudkan apa yang ada di kepala kita.

2. Segeralah Menulis! William Blake (1757-1827), penyair klasik Inggris, mengatakan hasrat semata tanpa tindakan akan membiakkan penyakit. Mau jadi penulis, ya menulislah. Menulislah dalam keadaan apa pun. Tanpa ide pun orang bisa menulis. Yang tidak bisa adalah menulis tanpa kemauan. Menulis apa saja akan memancing datangnya ide. Jangan berhenti menulis lantaran tidak mood, sedang stres, sedih, tertekan. Sama saja dengan seorang bankir atau polisi, meski dirinya lagi sedih, ia tidak boleh melalaikan tugasnya. Demikian juga seorang penulis.

3. Menulis Buruk. Jangan terpaku untuk segera menghasilkan tulisan yang baik. Menulis apa saja tanpa takut jelek. Jangan biarkan kertas kita tetap kosong hanya karena memikirkan bagaimana menulis yang baik. Tulisan buruk jauh lebih baik ketimbang tulisan yang sempurna yang tidak pernah ada. Jangan bengong. Menulislah buruk kemudian editlah. Ingat, kita tidak pernah bisa mengedit tulisan yang tidak pernah ada. “Orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, biasanya tidak melakukan apa-apa,” kata Edward John Phelps (1822-1900).

4. Menulis Cepat. Menulislah dengan cepat. Jangan biarkan diri kita dikuasai mood. Mood dan tidak mood adalah perkara pikiran. Singkirkan jauh-jauh. Menulis itu seperti orang bercakap-cakap. Jika kita merasa waktu teralu sempit untuk menulis, menulislah secepat-cepatnya. Isaac Asimov mengaku, “Saya menjadi produktif, saya rasa, karena saya menulis secara simpel dan apa adanya.” Penulis cepat adalah penulis yang baik. Penulis baik adalah penulis cepat. Ingat, kecakapan senantiasa berdampingan dengan kecepatan pengerjaan. Jangan terpaku dengan kata-kata dan gaya penulis-penulis besar. Tulislah cepat dengan gaya dan apa adanya diri kita. Ernerst Hemingway (1899-1961) mengatakan, “Apakah ia pikir kekuatan emosi lahir karena kata-kata besar?...ada kata-kata yang simpel, lebih baik, dan lebih lazim. Itulah yang kugunakan.” Menulislah cepat tanpa meyensor diri. Jangan berhenti hanya karena draft pertama.

5. Strategi tiga kata. Alat bantu menulis cepat adalah strategi tiga kata. Kita memerlukan tiga kata untuk membuat tulisan mengalir cepat. Gunakan tiga kata itu untuk menyusun paragraf. Gunakan salah satu kata untuk mengawali tulisan. Tiga kata itu akan merangsang otak melakukan keajaiban, yakni berasosiasi.

6. Jangan Menulis Sekaligus Mengedit. Jangan mengerjakan dua pekerjaan besar secara bersamaan, yakni menuangkan gagasan dalam tulisan dan mengedit. Kita sering terjebak untuk menulis sekaligus mengedit saat itu juga. Kita tidak sabar menghasilkan tulisan yang bagus. Akibatnya, kita sering mengapus tulisan kita, berhenti lama, dan tidak kunjung menulis.

7. Show, Don’t Tell. Untuk menggambarkan situasi dan kondisi, kita sebaiknya melakukan deskripsi sejelas-jelasnya agar pembaca sendiri tahu, kapan seorang lagi marah, berwajah cantik, sopan, dan sebagainya. Jangan katakan kepada pembaca kalau tokoh kita lagi marah, tapi gambarkanlah.

8. Konkretkan Konsep-konsep Abstrak. Gambarkan dengan jelas konsep-konsep abstrak seperti cinta, panas, pengap, dan sebagainya. Kreatiflah dalam menggambarkan itu semua agar tidak jatuh pada penggambaran yang itu-itu saja.

9. Deskripsi dengan Lima Indra. Deskripsi yang baik membuat cerita “hidup” di benak pembaca. Buatlah pembaca mampu melihat sesuatu, mencium baunya, merasakan persentuhannya, mendengar bunyinya, dan mencecap rasanya. Tulisan kita akan benar-benar hidup.

[bersambung dengan topik membuat karakter, plot, dialog, dan sebagainya]

4 comments:

Anonymous said...

saya sudah baca bukunya barangkali udah 3 kali. aku dah buat draft novelku udah 110 halaman dan kok rasanya hampa...blon dapet feel-nya. gimana ya?

Anonymous said...

Saya sangat suka membaca tulisan2 AS Laksana. Terlebih mendengarnya berbicara langsung di hadapan saya dan teman-teman pada Pelatihan Menulis Naskah Pidato Tahun Lalu di Banda Aceh.. Terasa tenang, mengalir apa adanya, tidak muluk2.. Sukses terus buat mas AS Laksana.

Anonymous said...

makasih mas..tipsnya sangat "menjewer" diriku..hehe

Gesang Manunggal said...

Hmm... mau nyoba,tp kok males yah? hehe...