Thursday, March 22, 2007

Mimpi Ibumu

TIDAK lama setelah kamu bilang tidak ingin mati di pagi hari, ibumu bermimpi tentang peti mati. Tiba-tiba saja, ibumu didatangi ketakutan luar biasa. Ibumu melihat seonggok peti mati di pojok kamar tidurnya. Peti itu tidak lazim. Ganjil. Ukurannya terlalu longgar. Tidak cocok buat ukuran manusia. Manusia paling besar sekalipun. Ukurannya dua kali lipat dari biasanya.

Ibumu tercengang dan jantungnya berdegup kencang saat sesuatu mengguncang-guncang peti aneh itu. Seperti ada suara gaduh di dalam peti. Ada yang kegerahan di sana. Ada yang menggeliat. Mungkin roh-roh orang mati yang menginginkan pembebasan. Pembebasan dari lorong gelap atau kubangan hitam tak bertujuan. Mereka memukul-mukul kayu mahoni itu sambil mengeluarkan desisan dan jeritan melengking.

Ibumu membeku dalam rasa takut. Dipilinnya butiran-butiran rosario diiringi komat-kamit mulutnya mengucapkan mantra suci. Kata Tuhan berkali-kali tergelincir dari bibirnya yang tergetar. Tapi, peti itu masih teronggok di pojok kamar. Tidak mau pergi. Seperti menantang dengan arogan. Setan pun tidak takut pada Tuhan. Jemari keriput ibumu terus memilin rosario itu. Berputar berkali-kali. Tidak tahu persis sudah berapakali ibumu memilin butiran kayu cendana itu dan memohon pada Ratu Para Malaikat itu. Lagi-lagi, peti mati itu tetap saja enggan tanggal. Teronggok dan menakutkan. Sampai akhirnya, ibumu terjaga dan menemukan dirinya basah oleh butiran kristal air mengembung dari pori-pori kulitnya.

Saat ibumu bergumul dengan peti brengsek dalam mimpinya, kamu pun disekap oleh kekosongan. Parasmu menegang saat kau mendengar bunyi doa pada Maria keluar dari kamar ibumu. “Ibu pasti mimpi buruk!” katamu dalam hati.

Itu hanya mimpi. Boleh saja orang menafsirkan bunga tidurnya. Orang Jawa juga memunyai kamus penafsir mimpinya sendiri. Lebih-lebih bila dikaitkan dengan permainan angka dalam judi. Angka buntut. Sebuah mimpi ditafsirkan untuk disuguhkan dalam spekulasi. Aneh-aneh saja. Tapi, ini sebuah realitas di depan mata. Realitas yang dihidupi oleh orang-orang modern dengan malu-malu.

Konon, Yusuf di Mesir dikenal orang sebagai tukang tafsir mimpi. Sepotong cerita mengisahkan Raja Mesir meminta Yusuf menafsirkan mimpinya. Raja bermimpi telah melihat tujuh ekor sapi betina gemuk, tujuh ekor sapi betina kurus, dan tujuh tangkai gandum hijau ditambah tujuh tangkai lainnya yang kering. Yusuf menafsirkan itu sebagai pesan agar seluruh negeri bercocok tanam selama tujuh tahun seperti biasa, yang dituai tetaplah melekat di tangkainya, dan sedikit saja yang dimakan. Tak lama, negeri itu dikunjungi musim kemarau panjang. Tujuh tahun yang amat sukar. Lalu, kemarau diganti hujan dan warga bergembira memerah anggur.

Tapi, bagaimana dengan peti mati yang teronggok menakutkan itu? Bisa jadi, rasa letih sedang mengunjungi ibumu. Bisa jadi ada pesan terselip di bunga tidurnya. Bisa jadi itu gunung es persoalan yang belum mendapat rekonsiliasi dan membuncah dalam mimpi dini hari. Kejadian dalam mimpi pada dasarnya bukan realitas yang terjadi secara an sich. Namun, kejadian itu mampu melibatkan emosi dan indera orang yang bermimpi. Takut. Geram. Sedih. Gembira. Tak disangkal, mimpi tentang hal yang menakutkan tidak jarang menguras energi orang-orang yang mengalaminya. Was-was dan kawatir. Yang jelas, menurutku, mimpi tetaplah mimpi. Menjaga kesadaran jauh lebih penting dari memikirkan apa arti sebuah mimpi. Bagiku, hidup adalah kado istimewa bagi orang-orang sadar. Kesalahan terbesar orang-orang zaman ini adalah tidak sadar akan apa yang mereka lakukan.

Mendengar ceritamu tentang mimpi ibumu, aku mencoba mencicipi bayangan itu. Bayangan peti mati yang begemuruh di pojok kamar tidur. Aku juga bisa merasakan aroma horor mengelus bulu kuduk. Tapi, ini cuma bayangan. Santai saja, mimpi itu tidaklah abadi. Sama seperti malam yang tidak pernah abadi. Sama seperti yang pernah aku katakan padamu pada subuh hari, pagi tidak pernah merelakan malam menjadi perawan tua.

Dan peti mati itu masih teronggok di pojok ruangan. Minimal di ruang imajiner dalam batok kepalaku....

No comments: